Ditulis untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Softskill Bahasa Indonesia
Nama : Yuanita Dwi Indah Wardhani
NPM : 18110698
Kelas
: 3KA24
FAKULTAS
ILMU KOMPUTER
UNIVERSITAS GUNADARMA
JAKARTA
2012
-->
GAYA BAHASA
Gaya bahasa adalah cara khas dalam menyatakan
pikiran dan perasaan dalam bentuk lisan ataupun tulisan. Pemakaian gaya bahasa juga
dapat menghidupkan apa yang dikemukakan dalam teks, karena gaya bahasa dapat mengemukakan gagasan yang penuh
makna dengan singkat. Contoh gaya bahasa sebagai berikut :
1.Metafora
dibentuk berdasarkan penyimpangan makna, terdapat dua benuk bahasa (penanda)
yang maknanya diperbandingkan. Gaya bahasa metafora menggunakan kiasan-kiasan
dengan perbandingan yang bersamaan dengan maksudnya.1 Contoh : Air
matanya mengalir menganak sungai.
2.Pleonasme
adalah pengunlangan dengan penanda yang berbeda. Sebenarnya, komponen makna
yang ada pada kata pertama, telah tercakup dalam wilayah makna kata berikutnya.
Gaya bahasa pleonasme digunakan untuk
menegaskan sesuatu yang sebenarnya sudah jelas. 2 Contoh : Bunga itu
jatuh kebawah.
1 Abdul Aziz, Adlan dan Minanurahman, Pedoman Umum Tata Bahasa Indonesia(Jakarta:
Bee Media Indonesia, 2012), hal 88
2 Abdul Aziz, Adlan dan Minanurahman, Pedoman Umum Tata Bahasa Indonesia(Jakarta:
Bee Media Indonesia, 2012), hal 89
Novel ini mengisahkan seorang
wanita muslimah yang berubah menjadi seorang pelacur. Wanita ini bernama Nidah
Kirani, seorang wanita muslim yang sangat menjaga auratnya dengan menghijabi
tubuhnya dengan jubah dan jilbab yang lebar. Kiran tinggal di Pondokan Ki Ageng
bersama teman-temannya. Hampir setiap waktu dia habiskan untuk menyembah dan
mendekatkan diri kepada Tuhannya yang sangat ia agungkan, seperti shalat,
membaca Al-Quran dan berzikir. Ketertarikan akan Islam mendorongnya untuk terus
belajar tentang agama Islam. Sampai membentuk suatu forum kajian untuk membahas
masalah-masalah keislaman. Dari forum ini barulah ia berkenalan dengan seorang
ikhwan (sebutan laki-laki muslim) bernama Dahiri. Dahiri juga ternyata
merupakan teman sekelas Kiran yang sama-sama sebagai aktivis islam yang
memperjuangankan tegaknya syariat Islam. Dahiri sangat aktif dan berwawasan
saat membahas tentang suatu masalah dalam forum diskusi, hal itu tentu saja
membuat Kiran memperhatikannya. Tidak hanya pada forum, Dahiri juga sering
membahas suatu masalah pada Kiran di luar forum.
Tetapi ternyata
Dahiri merupakan aktivis jamaah suatu organisasi keras yang menginginkan tegaknya
syariat di Indonesia yang bisa mengantarkan pengikutnya menjalankan agama Islam
secara khaffah. Dahiri memang sudah mengincar Kiran untuk masuk dalam
organisasinya yang sebenarnya dilarang pemerintah. Dia tahu bahwa Kiran memang
sedang ingin memperdalam pengetahuan agamanya oleh karena itu, ini adalah
kesempatannya untuk menarik Kiran masuk kedalam organisasinya. Dengan bekalnya
berargumen dan pengetahuan dan penguasaan ayat Al-Quran dan Hadits , maka dia
pun berhasil mempengaruhi pemikiran Kiran. Kiran yang mungkin sebenarnya sudah
cukup menguasai agama seperti dicuci pemikirannya, sehingga Kiran berpikir
bahwa ternyata ilmunya masih dangkal, karena banyak sekali ilmu-ilmu yang belum
ia tahu. Akhirnya Kiran memutuskan untuk masuk ke dalam organisasi yang ia
yakini bisa membawanya lebih dekat kepada Tuhannya. Setelah ia menjalani proses
baiat atau melakukan sumpah, Kiran memang menunjukkan bahwa dirinya benar-benar
menginginkan untuk dekat kepada Tuhannya, seperti berpuasa setiap hari.
Waktunya dia habiskan untuk menegakkan syariat Islam dan berdakwah mengajak
orang-orang yang berada di sekitarnya untuk ikut bergabung dalam organisasinya.
Tidak jarang dia mendapatkan penolakan dan membuatnya terasingkan orang-orang
yang tinggal di pondok. Karena merasa tidak disukai, maka Kiran memilih untuk
tinggal di Pos Jamaah. Dia mengira aktivitas di Pos Jamaah lebih khusyuk tetapi
ternyata tidak lebih baik dari pondokkannya.
Kiran terus
berdakwah mengajak orang-orang yang berada disekitarnya untuk masuk ke dalam
organisasi keras itu. Di organisasi ini, jamaahnya diharuskan membayar infak
yang katanya akan digunakan untuk memperjuangkan tegaknya syariat Islam. Bahkan
jamaahnya diperbolehkan menipu, mencuri, hingga melacur untuk mendapatkan uang.
Tetapi di tengah perjalanan, Kiran merasakan kekecewaan, sudah banyak hal yang
tidak menyenangkan yang dia dapati dan banyak sumbangan yang ia berikan tetapi
dia tidak mendapatkan jawaban yang pasti dari kegundahan yang ia rasakan. Saat
bertanya tentang problema yang ia hadapi jawabannya hanya seputar itu-itu saja,
dan jawaban yang tidak masuk akal. Ia merasakan ada kejanggalan dalam
organisasi yang ia ikuti, tidak punya tujuan dan tidak diberikan informasi
kemana saja uang infak digunakan. Kiran pun akhirnya berusaha keluar dari organisasi
itu, tetapi sangat tidak mudah karena organisasi ini tidak diizinkan
pemerintah, maka jika jamaahnya yang keluar konsekuensinya harus dibunuh.
Dalam keadaan
frustasi, ia bertemu dengan Daarul Rachim seorang ketua Forum Studi Mahasiswa
Kiri Untuk Demokrasi. Dengan Daarul, Kiran mencerikan keluh kesahnya selama ini.
Semakin dekat dengan Daarul, Kiran merasa dia adalah pelindung untuknya. Sampai
suatu saat kiran harus menggadaikan keimanannya dengan melepas keperawanannya
karena tidak kuat menahan rasa cintanya kepada laki-laki yang dianggapnya bisa
melindunginya dan juga sebagai wujud pemberontakan terhadap Tuhannya. Karena
kesalahpahaman, maka hubungannya dengan Daarul harus kandas, lagi-lagi Kiran
menyalahkan Tuhannya karena ini. Karena sangat frustasi, Kiran akhirnya memilih
dunia hitam untuk melampiaskan kemarahan kepada Tuhannya. Dia mulai mengenal
narkoba dan free sex. Bahkan setiap bercinta dia merasa puas karena bisa
melampiaskan kemarahan kepada Tuhannya. Dari satu pelukan laki-laki sampai pelukan
laki-laki lain, bahkan ia senang bisa membuka topeng para aktivis Islam yang
sangat menyerukan tegaknya syariat Islam dengan menidurinya. Sampai akhirnya ia
bertemu dosennya yang juga merupakan seorang anggota DPRD merangkap sebagai
germo. Sampai akhirnya pada tahap perenungan dan Kiran memutuskan memilih
dirinya sebagai pelacur, karena kekeceawaanya yang sangat dalam dan sebagai
tanda pemberontakkan kepada Tuhan yang telah menghancurkan hidupnya.
Menuruntya, pilihannya sebagai pelacur sangat tepat untuk memaknai
kehidupannya, sekaligus menunjukkan bahwa menjadi pelacur berarti dapat
menguasai dan menundukkan laki-laki, bukan dikuasai laki-laki seperti halnya
dalam pernikahan.